Sejarah matematika
Halaman dari
Buku Ikhtisar Perhitungan dengan Penyelesaian dan
Perimbangan karya Muḥammad bin
Mūsā al-Khawārizmī (sekitar 820 Masehi)
Cabang pengkajian yang dikenal
sebagai sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal mula
penemuan di dalam matematika dan sedikit
perluasannya, penyelidikan terhadap metode dan notasi matematika pada masa
silam.
Sebelum zaman modern dan penyebaran
ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-contoh tertulis dari pengembangan
matematika telah mengalami kemilau hanya di beberapa tempat. Tulisan matematika
terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton
322 (matematika
Babilonia sekitar 1900 SM),Lembaran Matematika
Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800 SM dan Lembaran Matematika Moskwa (matematika
Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu membahas teorema yang umum
dikenal sebagai teorema Pythagoras,
yang tampaknya menjadi pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas
setelah aritmetika dasar dan geometri.
Sumbangan matematikawan
Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui pengenalan
penalaran deduktif dan kekakuan matematika
di dalam pembuktian matematika)
dan perluasan pokok bahasan matematika.
Kata "matematika" itu sendiri diturunkan dari kata Yunani kuno, μάθημα
(mathema), yang berarti "mata pelajaran".Matematika
Cina membuat sumbangan dini, termasuk notasi
posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan
operasinya, digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui kuliah pada milenium
pertama Masehi di dalam matematika
India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika Islam.Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan
dan memperluas pengetahuan matematika ke peradaban ini. Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab
tentang matematika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan
matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.
Matematika prasejarah
Asal mula pemikiran matematika
terletak di dalam konsep bilangan, besaran, dan bangun. Pengkajian modern
terhadap fosil binatang menunjukkan bahwa konsep ini tidak berlaku unik bagi
manusia. Konsep ini mungkin juga menjadi bagian sehari-hari di dalam kawanan
pemburu. Bahwa konsep bilangan berkembang tahap demi tahap seiring waktu adalah
bukti di beberapa bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara "satu",
"dua", dan "banyak", tetapi bilangan yang lebih dari dua
tidaklah demikian. Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang
Lebombo, ditemukan di pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000
SM. Tulang ini berisi 29 torehan yang berbeda yang sengaja digoreskan pada
tulang fibula baboon. Terdapat bukti bahwa kaum perempuan biasa menghitung
untuk mengingat siklus haid mereka; 28
sampai 30 goresan pada tulang atau batu,
diikuti dengan tanda yang berbeda. Juga artefak prasejarah ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000
tahun, menunjukkan upaya dini untuk menghitung waktu.
Tulang Ishango, ditemukan di dekat
batang air Sungai Nil (timur laut Kongo),
berisi sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang
itu. Tafsiran umum adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan terkuno
yang sudah diketahui tentang barisan
bilangan prima]
atau kalender lunar enam bulan. Periode Predinastik
Mesir dari milenium ke-5 SM, secara grafis menampilkan
rancangan-rancangan geometris. Telah diakui
bahwa bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia, dari milenium ke-3 SM, menggabungkan
gagasan-gagasan geometri seperti lingkaran, elips,
dan tripel
Pythagoras di dalam rancangan mereka.
Timur Dekat kuno
Mesopotamia

Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang
dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq)
sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.
Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia
sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik Matematika
Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting
pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber
pada Matematika
Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih
daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Ditulis di dalam tulisan
paku, lempengan ditulisi ketika tanah liat masih basah, dan dibakar
di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya
adalah karya rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis
adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di
Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira
2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel
perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan
latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan
Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah
diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik
pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan
regular, invers
perkalian, dan bilangan
prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode
penyelesaian persamaan linear
dan persamaan kuadrat.
Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima
tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis
menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah
diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu
jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada
busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di
dalam matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Juga,
tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem
nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih
kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan
kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali
harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Mesir

Matematika Mesir
merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban helenistik,
Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa
tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir
melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir
berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai
bagian dari matematika Islam,
ketika bahasa Arab menjadi bahasa tertulis bagi kaum
terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran
Rhind (kadang-kadang disebut juga "Lembaran Ahmes"
berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin
lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan
Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual
instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus
luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu
juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata
aritmetika, geometri,
dan harmonik;
dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes
dan teori bilangan sempurna
(yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan
aritmetika dan geometri.
Juga tiga unsur geometri yang tertulis di dalam
lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling sederhana mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh
hampiran
yang akurat
kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran; dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen.

Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran
Moskwa, juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890
SM.] Naskah ini berisikan soal
kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan.
Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu memberikan
metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal: "Jika
Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan
panjang di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama
dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama
dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga
dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56.
Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."
Akhirnya, lembaran
Berlin (kira-kira 1300 SM) menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat
menyelesaikan persamaan
aljabar orde dua.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_matematika
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerimakasih
BalasHapus